Rabu, 07 April 2010

Hukum Ketaatan Seorang Isteri Kepada Suaminya

1.ukhty juga pasti sudah tahu,,, bahwa salah satu penyebab doa kita tidak
di dengar adalah karena banyak dari umatNya yg enggan,
bhkan tidak mau melaksanakan amar ma'ruf nahyi munkar... ^_^
2.ana tidak ingin lagi berkata menyesal atas masa lalu yg telah ana lewati,,
,memilih jalan yg sesuai dengan apa yg Allah inginkan,,
, sekarang bertahan dengan keadaan seperti sekarang,,,???
kesempatan terbuka lebar, dan yakinlah,,, dari sana pertolongan
Allah pasti datang,,, ^_^
1.rundingkan masalahx sm keluarga berataan
2.aniz g bs dsebut anak durhaka klo mm nyuruh yg kd baek
3.yakinkan orang tua dan keluarga
Orang tua itu ialah sebaik-baik pintu surga, seandai kamu mau
maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga
” [Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan
hadits ini Hasan Shahih].
1.Didalam pandangan Islam, seorang wanita yang telah menikah
, suaminyalah yang lebih berhak untuk mendapatkan ketaatannya
dibandingkan dengan kedua orang tuanya.
2.Sikap tersebut dapat anda berdua lakukan dengan cara menunjukkan niat
baik, tetap menyambung silaturrahim, memperkalukannya dengan
sikap yang baik, menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf
atas kesalahan yang pernah anda perbuat berdua.
Dan tentunya komitmen anda untuk menunaikan hak-haknya,
jika masih ada hak-hak orang tua yang mesti anda penuhi.
“Maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada (bepergian)
dikarenakan Allah telah memelihara mereka…”
1.Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah
wanita yang shalihah. Bila engkau memandangnya, ia menggembirakan
(menyenangkan)mu. Bila engkau perintah, ia menaatimu.
Dan bila engkau bepergian meninggalkannya, ia menjaga dirinya (untukmu)
dan menjaga hartamu1.”
2.“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya,
mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya
dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana
saja yang ia inginkan2.”
3.Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha
kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”
4.Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada
orang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud
kepada suaminya.”
5.“…niscaya aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka
dikarenakan kewajiban-kewajiban sebagai istri yang Allah bebankan
atas mereka.”5
6.Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain.
Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang
lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya
dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya,
seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok
yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu
menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum purna menunaikan hak suaminya.”6
8.Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain
niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.
Seandainya seorang suami memerintahkan istrinya untuk pindah dari gunung merah menuju
gunung hitam dan dari gunung hitam menuju gunung merah maka si istri harus melakukannya.”7
9.Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan
hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya
dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya8.”
10.Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk
memenuhi hajatnya9 maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi panggilannya)
walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.”
*Apabila seorang suami ingin membawa istrinya pindah ke tempat lain di mana sang suami
menunaikan apa yang wajib baginya dan menjaga batasan/hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam perkara istrinya, sementara ayah si istri melarang si istri tersebut untuk menuruti
/menaati suami pindah ke tempat lain, maka si istri wajib menaati suaminya, bukannya menuruti
kedua orangtuanya. Karena kedua orangtuanya telah berbuat zalim. Tidak sepantasnya keduanya melarang
si wanita untuk menaati suaminya. Tidak boleh pula bagi si wanita menaati ibunya bila si
ibu memerintahnya untuk minta khulu’ kepada suaminya atau
membuat suaminya bosan/jemu hingga suaminya menceraikannya.
Misalnya dengan menuntut suaminya agar memberi nafkah dan pakaian (melebihi kemampuan suami)
dan meminta mahar yang berlebihan13, dengan tujuan agar si suami menceraikannya.
Tidak boleh bagi si wanita untuk menaati salah satu dari kedua orangtuanya agar meminta cerai
kepada suaminya, bila ternyata suaminya seorang yang
bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam urusan istrinya.
11.“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa15 maka
haram baginya mencium wanginya surga.”16
12.Istri-istri yang minta khulu’17 dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.”18
13.Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.”19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar